Dalam lingkungan kerja profesional, prestasi tentu menjadi bagian penting dari karier seseorang. Namun, ketika pegawai secara berlebihan menunjukkan prestasinya demi mendapatkan perhatian, fenomena ini tidak selalu berdampak positif. Alih-alih meningkatkan respek, perilaku tersebut sering kali memunculkan ketidaknyamanan, bahkan penolakan dari lingkungan sekitar. Dari perspektif psikologi, perilaku ini mengandung banyak dinamika emosional dan sosial yang kompleks.
Alasan Psikologis Pegawai Menonjolkan Prestasi
Beberapa faktor psikologis yang melatarbelakangi perilaku ini antara lain:
1. Kebutuhan Akan Pengakuan (Need for Recognition)
Menurut teori kebutuhan Maslow (1943), manusia memiliki hierarki kebutuhan, salah satunya adalah kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), termasuk kebutuhan dihargai oleh orang lain. Ketika kebutuhan ini mendominasi, individu berusaha keras untuk mendapatkan pengakuan, sering kali dengan cara menonjolkan prestasi secara berlebihan (Maslow, 1943).
2. Harga Diri yang Rapuh (Fragile Self-esteem)
Orang dengan harga diri rapuh cenderung sangat tergantung pada validasi eksternal untuk mempertahankan citra dirinya (Kernis, 2003). Mereka merasa perlu terus-menerus membuktikan diri agar merasa berharga.
3. Motivasi Eksternal (Extrinsic Motivation)
Deci dan Ryan (1985) membedakan motivasi menjadi intrinsik dan ekstrinsik. Pegawai yang berfokus pada penghargaan eksternal (seperti pujian atau promosi) lebih cenderung menunjukkan prestasi mereka dibandingkan dengan mereka yang termotivasi secara intrinsik.
4. Kecerdasan Emosional Rendah
Goleman (1995) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional mencakup kesadaran sosial dan keterampilan hubungan interpersonal. Pegawai yang kurang dalam aspek ini mungkin tidak menyadari bahwa perilaku mereka dianggap berlebihan dan mengganggu.
5. Pola Asuh dan Pengalaman Masa Lalu
Menurut teori psikodinamik (Freud, 1923), pengalaman masa kecil dapat membentuk kebutuhan kompensasi di masa dewasa. Misalnya, seseorang yang jarang mendapatkan pujian di masa kecil bisa tumbuh menjadi pribadi yang obsesif terhadap pengakuan prestasi.
Dampak Negatif Menonjolkan Prestasi secara Berlebihan
Perilaku ini membawa sejumlah dampak negatif, baik terhadap individu maupun lingkungan kerja, di antaranya:
1. Kehilangan Respek
Alih-alih meningkatkan respek, pegawai tersebut bisa dianggap arogan atau narsistik. Menurut studi oleh Paulhus (1998), individu narsistik sering mengalami resistensi sosial karena dianggap manipulatif dan tidak tulus.
2. Isolasi Sosial
Lingkungan kerja yang harmonis membutuhkan kerjasama dan saling menghargai. Ketika seseorang fokus pada pencitraan diri, rekan kerja bisa merasa tersisih dan memilih menjauh (Leary et al., 1995).
3. Meningkatkan Konflik dan Kecemburuan
Studi dari Vecchio (2005) menemukan bahwa perilaku pamer dapat memicu kecemburuan, memperburuk hubungan antarpegawai, dan meningkatkan konflik di tempat kerja.
4. Penurunan Efektivitas Tim
Tim yang efektif bergantung pada kerja sama dan sikap rendah hati. Ketika anggota tim terlalu fokus pada prestasi individu, kohesi tim menurun dan produktivitas keseluruhan bisa terganggu (Salas et al., 2015).
5. Stres dan Burnout
Pegawai yang terus-menerus merasa harus mempertahankan citra hebat akan mengalami tekanan internal yang tinggi. Hal ini bisa berujung pada kelelahan emosional dan burnout, sebagaimana diungkapkan oleh Maslach dan Leiter (2016).
Kesimpulan
Menonjolkan prestasi merupakan hal yang wajar dalam batas tertentu, namun ketika dilakukan secara berlebihan, hal ini justru bisa merusak reputasi, meretakkan hubungan sosial, dan menimbulkan tekanan psikologis. Pemahaman akan faktor-faktor psikologis di balik perilaku ini penting agar individu dan organisasi dapat mengelola budaya kerja yang lebih sehat, berbasis penghargaan yang proporsional dan empati terhadap sesama.
Daftar Pustaka
-
Deci, E. L., & Ryan, R. M. (1985). Intrinsic motivation and self-determination in human behavior. New York: Plenum.
-
Goleman, D. (1995). Emotional Intelligence. New York: Bantam Books.
-
Kernis, M. H. (2003). Toward a conceptualization of optimal self-esteem. Psychological Inquiry, 14(1), 1-26.
-
Leary, M. R., Kowalski, R. M., Smith, L., & Phillips, S. (1995). Teasing, rejection, and violence: Case studies of the school shootings. Aggressive Behavior, 29(3), 202–214.
-
Maslach, C., & Leiter, M. P. (2016). Burnout: A multidimensional perspective. New York: Routledge.
-
Maslow, A. H. (1943). A theory of human motivation. Psychological Review, 50(4), 370–396.
-
Paulhus, D. L. (1998). Interpersonal and intrapsychic adaptiveness of trait self-enhancement: A mixed blessing? Journal of Personality and Social Psychology, 74(5), 1197–1208.
-
Salas, E., Sims, D. E., & Burke, C. S. (2015). Is there a “Big Five” in Teamwork? Small Group Research, 36(5), 555–599.
-
Vecchio, R. P. (2005). Explorations in employee envy: Feeling envious and job performance. Journal of Business and Psychology, 19(4), 439–458.